EPIOSIOTOMI
Pada
masa yang lalu, tindakan episiotomi dilakukan secara rutin terutama pada
primipara. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala janin,
mencegah kerusakan pada spinter ani serta lebih mudah untuk menjahitnya. Namun
hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung manfaat
episiotomi (Enkim, Keirse, Renfew dan Nelson, 1995; Wooley, 1995). Pada
kenyataannya tindakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan jumlah jumlah
kehilangan darah ibu, bertambah dalam luka perineum bagian posterior,
meningkatkan kerusakan pada spinter ani dan peningkatan rasa nyeri pada
hari-hari pertama post partum. (PERAWATAN IBU BERSALIN (Asuhan Kebidanan pada
ibu bersalin), Sumarah, dkk., 2009:108)
Episiotomi
adalah suatu sayatan di dinding belakang vagina agar bukaan lebih lebar
sehingga bayi dapat keluar dengan lebih mudah. Dapat dimengerti jika kaum wanita
khawatir kalau-kalau sayatan atau robekan akan memengaruhi vagina dan perineum
(kulit antara vagina dan anus) sehingga kelak hubungan seksual akan
menyakitkan, atau area tersebut menjadi jelek, atau tidak memungkinkan
penggunaan tampon. Wanita yang pernah mengalami pelecehan seksualsering takut
jika mendengar penyayatan karena ini mengingatkan pada kerusakan yang pernah
mereka alami. (Kehamilan dan Melahirkan, Mary Nolan, 2003: 127)
Dianjurkan
untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada wanita dengan perineum
yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala
janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan
defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya
tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan defleksi
tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perinei dapat dihindarkan. Untuk
mengawasi perineum ini posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan
dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis
dan menunjukkan akan timbul ruptura perinei, maka sebaiknya dilakukan
episiotomi. Dikenal:
Jenis
episiotomi :
1. Episotomi
mediana, dikerjakan pada garis tengah
Keuntungan
episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak dan penjahitan
kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak berbekas.
Bahayanya ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini
muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan ruptura
perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan
timbul inkontinensia alvi.
2. Episiotomi
mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani,
dan diperluas ke sisi
3. Episiotomi
lateral, yang sering terjadi perdarahan
Indikasi Episiotomi :
1.
Gawat janin. Untuk menolong keselamatan janin,
maka persalinan harus segera diakhiri.
2.
Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya
presbo, distoksia bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacuum
3.
Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina
4.
Perineum kaku dan pendek
5.
Adanya rupture yang membakat pada perineum
6.
Premature untuk mengurangi tekanan
Penatalaksanaan episiotomi :
1. Persiapan
:
a. Peralatan
: baik steril berisi kasa, gunting episiotomy, betadin, spuit 10 ml dengan
jarum ukuran minimal 22 dan panjang 4 cm, lidokain 1% tanpa epineprin. Bila
bila lidokain 1% tidak ada dan tersedia likokain 2% maka buatlah likokain tadi
menjadi 1% dengan cara melarutkan 1 bagian lidokain 2% ditambah 1 bagian cairan
garam fisiologis atau air destilasi steril. Contoh : Larutkan 5 ml lidokain 2%
ke dalam 5 ml cairan garam fisiologis atau air destilasi steril.
b. Pertimbangkan
secara matang tujuan episiotomi.
c. Pertimbangkan
indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan bahwa episiotomi
tersebut penting untuk keselamatan dan kenyamanan ibu dan/atau bayi.
d. Pastikan
bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia dan
dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
e. Gunakan
teknik aseptik setiap saat. Cuci tangan dan pakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril.
f.
Jelaskan pada ibu mengapa ia memerlukan
episiotomi dan diskusikan prosedurnya dengan ibu. Berikan alasan rasional pada
ibu.
2. Prosedur
a. Tunda
tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat, dan 3-4 cm kepala bayi
sudah terlihat pada saat kontraksi.
Alasan:
Melakukan episiotomi akan ,nenyebabkan perdarahan; jangan melakukannya terlalu
dini.
b. Masukkan
dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak
direnggangkan dan berikan sedikit tekanan lembut ke arah luar pada perineum.
Alasan:
Hal ini akan melindungi kepala bayi dari gunting dan meratakan perineum
sehingga membuatnya lebih mudah diepisiotomi.
c. Gunakan
gunting tajam disinfeksi tingkat tinggi atau steril, tempatkan gunting di
tengah tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut yang
diinginkan untuk me-lakukan episiotomi mediolateral (jika anda bukan kidal,
episiotomi mediolateral yang dilakukan di sisi kiri lebih mudah dijahit).
Pastikan untuk melakukan palpasi/ mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan
mengarahkan gunting cukup jauh kearah samping untuk rnenghindari sfingter.
d. Gunting
perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua
guntingan yang mantap. Hindari “menggunting” jaringan sedikit demi sedikit
karena akan menimbulkan tepi yang tidak rata sehingga akan menyulitkan
penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
e. Gunakan
gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm ke dalam vagina.
f.
Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan
tekanan pada luka episiotomi dengan di lapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat
tinggi atau steril di antara kontraksi untuk membantu mengurangi perdarahan.
Alasan:
Melakukan tekanan pada luka episiotomi akan menurunkan perdarahan.
g. Kendalikan
kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mencegah perluasan episio-tomi.
h. Setelah
bayi dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati apakah episiotomi, perineum
dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi
perluasan episiotomi atau laserasi tambahan.
Ada
beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi resiko penyayatan
atau robekan selama persalinan.
1. Jika dalam posisi berdiri dan tidak duduk
pada tulang ekor ketika mendorong bayi keluar, panggul akan terbuka lebar dan
Anda member sebanyak mungkin ruang bagi bayi untuk menemukan jalan keluar
termudah. Semakin mudah bayi keluar, akan semakin kurang tekanan yang diterima
oleh vagina dan perineum
2. Cobalah dan bayangkan vagina membuka agar
bayi bisa lewat dengan mudah, jangan menahan.
3. Ketika bidan mengatakan bahwa kepala bayi
akan keluar pada kontraksi berikutnya, Anda dapat melakukan posisi merangkak
sehingga kepala bayi akan keluar perlahan-lahan dari vagina dan memungkinkan
perineum meregang perlahan-lahan di depan wajah bayi. Kelahiran yang timbul
seperti ini akan sangat baik bagi bayi karena melindungi pembuluh-pembuluh
darah yang lembut di dalam kepalanya dari kemungkinan cidera, juga sangat baik
bagi Ibu, karena mengurangi resiko robeknya perineum
4. Bidan akan meminta agar ibu bernapas
pendek-pendek bukan mengejan, ketika kepala bayi keluar dan ini juga akan
membantu kelahiran yang lembut
Menjahit
Episiotomi
Tujuan
menjahit laserasi atau episiotomi adalah untuk menyatukan kembali jaringan
tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan
hemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh,
jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya
infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan
benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai
tujuan pendekatan dan hemostasis.
Keuntungan-keuntungan teknik penjahitan jelujur:
a. Mudah
dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis penjahitan dan satu atau dua jenis
simpul)
b. Tidak
terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan
c. Menggunakan
lebih sedikit jahitan
Mempersiapkan
penjahitan :
1. Bantu ibu mengambil posisi litotomi
sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan
alat penopang atau minta anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu
tetap berada dalam posisi litotomi.
2. Tempatkan handuk atau kain bersih di
bawah bokong ibu.
3. Jika
mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum bisa dilihat dengan
jelas.
4. Gunakan
teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan anestesi
lokal dan menjahit luka (Lihat Bab 1).
5. Cuci
tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
6. Pakai
sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yang steril.
7. Dengan
menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfeksi
tingkat tinggi untuk penjahitan (peralatan dan bahan-bahan ini tercantum di
lampiran 5)
8. Duduk
dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan
penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.
9. Gunakan
kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva, vagina dan
perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada sambil
menilai dalam dan luasnya luka.
10. Periksa
vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi/sayatan
perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika laserasinya dalam atau
episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi
robekan derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam
anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk
mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika
sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus
dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
11. Ganti
sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.
12. Berikan
anestesia lokal (kajilah teknik untuk memberikan anestesia lokal di bawah ini).
13. Siapkan
jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan
benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama dan
paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan.
14. Tempatkan
jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit jarum
tersebut.
15. (Asuhan
Persalinan Normal Asuhan Esensial Persalinan, JNPK-KR, 2007: 151-152)
16. Dalam
penjahitan episiotomi, penting menggunakan benang yang dapat diserap untuk
menutup robekan. Benang poliglikolik lebih dipilih dibandingkan catgut kromik
karena kekuatan regangannya, bersifat non alergenik, kemungkinan komplikasi
infeksi dan kerusakan episiotominya lebih rendah. Catgut kromik dapat digunakan
sebagai alternative, tetapi bukan benang yang ideal. (Manajemen Komplikasi
Kehamilan & Persalinan, Devi Yulianti, 2006:307)
Komplikasi pada penjahitan
episiotomi :
1. Jika
terjadi hematoma, buka dan buat drain hematoma. Jika tidak terdapat tanda-tanda
infeksi dan perdarahan berhenti, tutup kembali episiotomy.
2. Jika
terdapat tanda-tanda infeksi, buka dan buat drain luka. Angkat jahitan yang
terinfeksi dan lakukan debridement luka.
3. Jika
infeksi ringan, antibiotic tidak diperlukan.
4. Jika
infeksi berat tetapi tidak mencapai jaringan dalam, berikan kombinasi
antibiotic
5. Ampisilin
500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari
6. Ditambah
metronidazol 400 mg per oral tiga kali sehari selama lima hari
7. Jika
infeksi dalam, mencapai otot, dan menyebabkan nekrosis (fasitis nekrotik),
berikan kombinasi antibiotic sampai jaringan nekrotik dibuang dan ibu tidak
demam selama 48 jam
8. Penisilin
G 2 juta unit melalui IV setiap enam jam.
9. Ditambah
gentamisin 5 mg/kg berat badan melalui IV setiap 24 jam
10. Ditambah
metronidazol 500 mg melalui IV setiap delapan jam.
11. Setelah
ibu tidak demam selama 48 jam, berikan
12. Ampisilin
500 mg per oral empat kali sehari selama lima hari.
13. Catatan
: Fasitis nekrotik memerlukan debridement bedah yang luas. Lakukan penutupan
primer lambat dalam dua sampai empat minggu (bergantung pada penyembuhan
infeksi).
No comments:
Post a Comment